IMAM SUPRIADI MELAWAN BPK RI

SBY ADALAH BAGIAN DARI ILLUMINATI

KELOMPOK RAHASIA ILLUMINATI

AHMAD DHANI DAN ILLUMINATI

Al-Qur'an Online

Pencarian

No
Nama Surat
Jumlah Ayat
1
AL FAATIHAH (PEMBUKAAN)
7
2
AL BAQARAH (SAPI BETINA)
286
3
ALI 'IMRAN (KELUARGA 'IMRAN)
200
4
AN NISAA' (WANITA)
176
5
AL MAA-IDAH (HIDANGAN)
120
6
SURAT AL AN'AAM (BINATANG TERNAK)
165
7
AL A'RAAF (TEMPAT TERTINGGI)
206
8
AL ANFAAL (RAMPASAN PERANG)
75
9
SURAT AT TAUBAH (PENGAMPUNAN)
129
10
YUNUS
109
11
HUUD
123
12
YUSUF
111
13
AR RA'D (GURUH)
43
14
IBRAHIM
52
15
AL HIJR
99
16
AN NAHL (LEBAH)
128
17
AL ISRAA' (MEMPERJALANKAN DI MALAM HARI )
111
18
AL KAHFI (GUA)
110
19
MARYAM
98
20
THAAHAA
135
21
AL ANBIYAA' (NABI-NABI)
112
22
AL HAJJ (HAJI)
78
23
AL MU'MINUUN (ORANG-ORANG YANG BERIMAN)
118
24
AN NUUR (CAHAYA)
64
25
AL FURQAAN (PEMBEDA)
77
26
ASY SYU'ARAA' (PARA PENYAIR)
227
27
AN NAML (SEMUT)
93
28
AL QASHASH (CERITA)
88
29
AL'ANKABUUT (LABA-LABA)
69
30
AR-RUUM (BANGSA RUMAWI)
60
31
LUQMAN
34
32
AS SAJDAH (SUJUD)
30
33
AL AHZAB (GOLONGAN YANG BERSEKUTU)
73
34
SABA' (KAUM SABA')
54
35
FAATHIR (PENCIPTA)
45
36
YAA SIIN
83
37
ASH SHAAFFAAT (YANG BER SHAF-SHAF)
182
38
SHAAD
88
39
SURAT AZ ZUMAR (ROMBONGAN-ROMBONGAN)
75
40
AL MU'MIN (ORANG YANG BERIMAN)
85
41
FUSHSHILAT (YANG DIJELASKAN)
54
42
ASY SYUURA (MUSYAWARAT)
53
43
AZ ZUKHRUF (PERHIASAN)
89
44
AD DUKHAAN (KABUT)
59
45
AL JAATZIYAH (YANG BERLUTUT)
37
46
AL AHQAAF (BUKIT-BUKIT PASIR)
35
47
MUHAMMAD (NABI MUHAMMAD S.A.W)
38
48
AL FAT-H (KEMENANGAN)
29
49
AL HUJURAAT (KAMAR-KAMAR)
18
50
QAAF
45
51
ADZ DZAARIYAAT (ANGIN YANG MENERBANGKAN)
60
52
ATH THUUR (BUKIT)
49
53
AN NAJM (BINTANG)
62
54
AL QAMAR (BULAN)
55
55
AR RAHMAAN (YANG MAHA PEMURAH)
78
56
AL WAAQI'AH (HARI KIAMAT)
96
57
AL HADIID (BESI)
29
58
AL MUJAADILAH (WANITA YANG MENGAJUKAN GUGATAN)
22
59
AL HASYR (PENGUSIRAN)
24
60
AL MUMTAHANAH (WANITA YANG DIUJI)
13
61
ASH SHAFF(BARISAN)
14
62
AL JUMU'AH (HARI JUM'AT)
11
63
AL MUNAAFIQUUN (ORANG-ORANG MUNAFIK)
11
64
AT TAGHAABUN (HARI DINAMPAKKAN KESALAHAN-KESALAHAN)
18
65
ATH THALAAQ (TALAK)
12
66
AT TAHRIM (MENGHARAMKAN)
12
67
AL MULK (KERAJAAN)
30
68
AL QALAM (KALAM)
52
69
AL HAAQQAH (HARI KIAMAT)
52
70
AL MA'ARIJ (TEMPAT-TEMPAT NAIK)
44
71
NUH (NABI NUH)
28
72
AL JIN (JIN)
28
73
AL MUZZAMMIL (ORANG YANG BERSELIMUT)
20
74
AL MUDDATSTSIR (ORANG YANG BERKEMUL)
56
75
AL QIYAAMAH (HARI KIAMAT)
40
76
AL INSAAN (MANUSIA)
31
77
AL MURSALAAT (MALAIKAT-MALAIKAT YANG DIUTUS)
50
78
AN NABA' (BERITA BESAR)
40
79
AN NAAZI'AAT (MALAIKAT-MALAIKAT YANG MENCABUT)
46
80
'ABASA (IA BERMUKA MASAM)
42
81
AT TAKWIR (MENGGULUNG)
29
82
AL INFITHAAR (TERBELAH)
19
83
AL MUTHAFFIFIIN (ORANG-ORANG YANG CURANG)
36
84
AL INSYIQAAQ (TERBELAH)
25
85
AL BURUUJ (GUGUSAN BINTANG)
22
86
ATH THAARIQ (YANG DATANG DI MALAM HARI)
17
87
AL A'LAA (YANG PALING TINGGI)
19
88
AL GHAASYIYAH (PERISTIWA YANG DAHSYAT)
26
89
AL FAJR (FAJAR)
30
90
AL BALAD (KOTA)
20
91
ASY SYAMS (MATAHARI)
15
92
AL LAIL (MALAM)
21
93
ADH DHUHAA (WAKTU MATAHARI SEPENGGALAHAN NAIK)
11
94
ALAM NASYRAH (BUKANKAH TELAH KAMI LAPANGKAN)
8
95
AL TIIN (BUAH TIN)
8
96
AL 'ALAQ (SEGUMPAL DARAH)
19
97
AL QADR (KEMULIAAN)
5
98
AL BAYYINAH (BUKTI YANG NYATA)
8
99
AL ZALZALAH (KEGONCANGAN)
8
100
AL 'AADIYAAT (KUDA PERANG YANG BERLARI KENCANG)
11
101
AL QAARI'AH (HARI KIAMAT)
11
102
AT TAKAATSUR (BERMEGAH-MEGAHAN)
8
103
AL 'ASHR (MASA)
3
104
AL HUMAZAH (PENGUMPAT)
9
105
AL FIIL (GAJAH)
5
106
QURAISY (SUKU QURAISY)
4
107
AL MAA'UUN (BARANG-BARANG YANG BERGUNA)
7
108
AL KAUTSAR (NI'MAT YANG BANYAK)
3
109
AL KAAFIRUUN (ORANG ORANG KAFIR)
6
110
AL NASHR (PERTOLONGAN)
3
111
AL LAHAB (GEJOLAK API)
5
112
AL IKHLASH (MEMURNIKAN KEESAAN ALLAH)
3
113
AL-FALAQ (WAKTU SUBUH)
5
114
AN NAAS (MANUSIA)

George Bush dan SBY adalah "The New World Order"



SKENARIO AS UNTUK PENANGKAPAN BA'ASYIR

Subhanllah Pendeta Masuk Islam

Selasa, 16 Oktober 2012



oleh : Imam Supriadi

PENDAHULUAN
Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 tahun 1999 berdasarkan pada Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IX/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Dalam pidato sambutan yang disampaikan oleh Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang baru terpilih yakni Prof. Dr. Anwar Nasution pada tanggal 3 Desember 2004 dihadapan para karyawan Badan Pemeriksa Keuangan di Jakarta menyatakan untuk bertekad memberantas korupsi. Tekad ini diharapkan dapat dilaksanakan oleh seluruh auditor yang bertugas memeriksa tanggung jawab pengelolaan keuangan negara/daerah. Latar belakang pendidikan beliau yang berasal dari disiplin ilmu bidang moneter dan lebih menguasai dan atau memahami masalah fiskal, maka beliau mengharapkan kepada pemerintah yang sekarang ini dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menerapkan kebijakan fiskal yang transparan atau yang biasa diucapkan oleh beliau adalah transparansi fiskal.
Tekad yang kuat dari seorang pemimpin semacam Prof. Dr. Anwar Nasution patut kita dukung sepenuhnya apabila kita mengharapkan pada penyelenggra negara untuk menjalankan pemerintahan secara jujur, bersih dan transparan. Terlebih lagi pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme.
Wujud dari kepedulian beliau merupakan cermin dari keinginan BPK yang ingin mengupayakan jalannya roda pemerintahan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Meski pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan belum dapat memuaskan keinginan masyarakat.
Korupsi adalah penyakit yang harus dibasmi sampai ke akar-akarnya. Penerapan hukuman yang berat patut dijatuhkan agar membuat jera para pelakunya. Bukan Cuma sekedar sanksi administrasi/administratif, tapi juga sanski badan atau kurungan. Kalau sanksi ini belum juga dianggap berat, bisa dikenakan penjatuhan hukuman mati, agar para pelakunya atau orang yang akan coba-coba korupsi tergetar hatinya dan takut untuk melakukan tindak pidana korupsi. Sudah barang tentu lembaga yang diharapkan sangat berperan adalah lembaga peradilan maupun lembaga kejaksaan agung serta mahkamah agung.
 
Pengertian-Pengertian
Untuk dapat memahami kedua undang-undang tersebut diatas, ada baiknya untuk memahami pengertian-pengertian berikut ini.
Penyelenggara Negara adalah Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penyelenggara Negara yang bersih adalah Penyelenggara Negara yang menaati asas-asas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta perbuatan tercela lainnya.
 Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi.
 Kolusi adalah permufakatan atau kerjasama secara melawan hukum antar-Penyelenggara Negara atau antara Penyelenggara Negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan atau negara.
 Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
 Asas Umum Pemerintahan Negara Yang Baik adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan dan norma hukum, untuk mewujudkan Penyelengara Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
 Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara yang selanjutnya disebut Komisi Pemeriksa adalah lembaga independen yang bertugas untuk memeriksa kekayaan Penyelenggara Negara dan mantan Penyelenggara Negara untuk mencegah praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.
Undang-Undang No. 28 dan No. 31 Tahun 1999
Sejak diundangkan pada tanggal 19 Mei 199 di Jakarta, maka undang-undang ini mulai berlaku, yakni Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Kolusi, Korupsi Dan Nepotisme, serta Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diundangkan sejak tanggal 16 Agustus 1999.
Dasar dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah beberapa pertimbangan, akibat dari perkembangan keadaan yang terjadi di Tanah Air. Beberapa pertimbangan itu adalah karena tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; kedua, bahwa akibat tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, juga menghambat pertumbuhan dan  kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi; ketiga, bahwa Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsl sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat, karena itu perlu diganti dengan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang baru sehingga diharapkan labih efektif dalam  mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi; dan keempat, bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud    dalam huruf a. b, dan c perlu dibentuk Undang-undang.yang baru tentang Pomberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Keempat dasar itulah yang menjadi bahan pertimbangan untuk menerbitkan atau mengeluarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Korupsi sudah menjadi penyakit kronis di tengah-tengah masyarakat dan untuk itulah diperlukan suatu undang-undang yang bisa membendung sekaligus meminimalisir atau bahkan jika dapat menghilang dari bumi Indonesia.
Tugas pemberantasan korupsi tidak dapat diemban sendirian oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, tetapi dibutuhkan instansi lain, yakni selain instansi penegak hukum seperti kepolisan dan kejaksaan, juga instansi seperti Badan Pemeriksa Keuangan.
Otonomi Daerah
Dengan telah dikeluarkannya kebijakan baru dalam perundang-undangan, yakni Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai landasan pelaksanaan Otonomi Daerah, maka diharapkan untuk masa yang akan datang pelaksanaan otonomi daerah lebih baik lagi.
Tuntutan masyarakat untuk membangun daerahnya sendiri berdasar atas kemampuan sendiri telah mendapat respon yang positif dari pemerintah. Untuk merealisasikan tuntutan masyarakat itu maka pemerintah mengabulkan permintaan masyarakat di daerah-daerah untuk melaksanakan pembangunan di daerahnya masing-masing berdasar atas kemampuan sendiri, namun tetap terikat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk melengkapi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. yakni Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Bab I Ketentuan Umum pada Pasal 1 butir (6) dikatakan bahwa : “Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Dampak Otonomi Daerah
Banyaknya daerah yang ingin melaksanakan otonomi daerah yang didasarkan atas keinginan masyarakat untuk melaksanakan pembangunan daerahnya dengan kemampuan sendiri dan berdasarkan aspirasi masyarakat, maka bermunculanlah daerah-daerah baru dari hasil pemekaran daerah/wilayah. Pemekaran wilayah/daerah semakin merata di seluruh Indonesia, sehingga daerah yang tadinya bergabung dengan pemerintahan sebelumnya kini berubah status menjadi mandiri.
Dampak dari otonomi daerah bukan cuma pemekaran daerah, namun juga hal-hal lain yang lebih mencengangkan masyarakat. Dimana sebelum adanya pemekaran wilayah/daerah, tindak pidana korupsi hanya terjadi pada tataran pusat, tetapi kini setelah terjadinya otonomi daerah, tindak pidana korupsi telah merambah ke seluruh daerah di tanah air.
Beberapa waktu yang lalu kita dikejutkan dengan pengumuman Juru Bicara Istana yakni Andi Malarangeng yang mengumumkan adanya beberapa Kepala Daerah yang diindikasikan terlibat tindak pidana korupsi seperti Gubernur Propinsi Banten, Gubernur Nangroe Aceh Darussalam dan beberapa Kepala Daerah lainnya, sehingga perbuatan melawan hukum itu sudah berani dilakukan oleh aparat pemerintah daerah.
Sungguh ironi, perkembangan yang terjadi belakangan ini membuat hati kita miris dan trenyuh, bahwa tindak pidana korupsi telah menggerogoti sendi-sendi perekonomian hingga ke daerah.
Pelaku Korupsi
Dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi No. 31 Tahun 1999 yang termasuk pelaku tindak pidana korupsi adalah Korporasi dan Perseorangan atau Pegawai Negeri. Dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (1) dikatakan : “ Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum”, dan ayat (2) dikatakan : “ a. Pegawai Negeri sebagaimana undang-undang tentang Kepegawaian; b. Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum  Pidana; c. orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah; d. orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; e. atau orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat”.
Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara yang tertuang dalam Bab IX Ketentuan Pidana, Sanksi Administratif Dan Ganti Rugi pada Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) berbunyi : “Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan yang telah ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang”, dan “Pimpinan Unit Organisasi Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terbukti melakukan penyimpangan kegiatan anggaran yang telah ditetapkan dalam undang-undang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang”.
Tindak Pidana Korupsi
Hal ikhwal yang berkenaan dengan tindak pidana korupsi diatur dalam beberapa pasal didalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dimulai dari pasal 2 hingga pasal 20 masuk dalam Bab II, sedangkan hal lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi diatur dalam Bab III dari pasal 21 hingga pasal 24. Kemudian dalam Bab IV tentang Penyidikan, Penuntutan dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan dipaparkan mulai dari pasal 25 hingga pasal 40.
Terakhir dalam Bab V tentang Peran Serta Masyarakat diatur mulai dari pasal 41 hingga pasal 42, kemudian dalam Bab VI tentang Ketentuan Lain-Lain hanya diatur dalam satu pasal dengan 4 ayat, yakni Pasal 43 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4). Selanjutnya Bab VII tentang Penutup terdiri dari dua pasal, yakni Pasal 44 dan Pasal 45.
Peraturan perundangan ini ditandatangani oleh Presiden B.J. Habibie pada tanggal 16 Agustus 1999 dan diundangkan oleh Menteri Sekretaris Negara Prof. Dr. Muladi, SH pada tanggal 16 Agustus 1999 di Jakarta.
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonornian negara, menurut undang-undang nomor 31 Tahun 1999 adalah merupakan suatu bentuk kejahatan, baik dilakuan secara sendiri maupun bersama orang atau pihak lain yang dapat mengakibatkan kerugian negara/daerah. Selanjutnya dikatakan akibat dari perbuatan tersebut dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Dilihat dari pernyataan diatas dapat dipahami sebagai hukuman yang cukup setimpal yang dikenakan kepada pelaku tindak pidana korupsi, bahkan dapat dijatuhi hukuman paling berat menurut ketentuan Pasal 2 ayat (2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Landasan Hukum Badan Pemeriksa Keuangan
Badan Pemeriksa Keuangan adalah Lembaga Tinggi Negara yang dalam pelaksanaan tugasnya terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah, akan tetapi tidak berdiri di atas Pemerintah. Demikian bunyi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 dalam Bab I Kedudukan Pasal 1.
Badan Pemeriksa Keuangan sejak dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Bab VIII Tentang Keuangan pada Pasal 23 ayat (5) sebelum diamandemen : “Untuk memeriksa tanggung-jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-undang”, dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 (belum diperbaharui atau diamandemen) sebagai lembaga yang berhak memeriksa keuangan negara, baik pengelolaan maupun pertanggungjawabannya yang tercantum dalam Pasal 2 butir (a) : “Badan Pemeriksa Keuangan bertugas untuk memeriksa tanggung jawab Pemerintah tentang Keuangan Negara”, butir (b) : “Badan Pemeriksa Keuangan bertugas untuk memeriksa semua pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara”, butir (c) : “Pelaksanaan pemeriksaan seperti dimaksud dalam ayat (1) dan (2) pasal ini dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan undang-undang” dan butir (d) : “Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat”, juga sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara yang disahkan pada tanggal 14 Januari 12004, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang disahkan pada tanggal 19 Juli 2004.
Keberadaan Badan Pemeriksa Keuangan adalah juga berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diamandemen untuk yang ketiga kalinya tercantum dalam Bab VIII A tentang Badan Pemeriksa Keuangan pada Pasal 23E, 23F dan 23G berbunyi sebagai berikut :
Pasal 23E :
(1)   Untuk  memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri;
(2)   Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya;
(3)   Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/ atau badan sesuai dengan undang-undang.
Pasal 23F :
(1)   Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden;
(2)   Pemimpin Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota.
Pasal 23G :
(1)   Badan Pemriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinisi;
(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan undang-undang.
Dalam Undang-Undang Nomor 17  Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara Bab VIII pada Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan secara tegas tentang kewenangan BPK terhadap pengelolaan keuangan negara yang biasa disebut APBN dan terhadap pengelolaan keuangan daerah yang biasa disebut APBD. Pada Pasal 30 ayat (1) berbunyi : “Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir”, ayat (2) : “Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya”. Pada Pasal 31 ayat (1) berbunyi : “Gubernur/Bupati/Walikota menayampaikan rancangan peraturan tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir”, ayat (2) : “Laporan Keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan daerah”.
Dalam Peraturan Perundang-undangan lainnya, yakni  Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara Bab VII Pemeriksaan Eksternal pada Pasal 71 ayat (2) berbunyi : “Badan Pemeriksa Keuangan berwenang melakukan pemeriksaan terhadap BUMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Lingkup Pemeriksaan
Pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggungjawab Keuangan Negara ada dua ayat menurut Pasal 2, yakni : ”Pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dan pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara”, dan ”BPK melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara”. Pada Pasal 3 ayat (1) berbunyi : ”Pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara yang dilakukan oleh BPK meliputi seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara”, dan ayat (2) : ”Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh Akuntan Publik berdasarkan ketentuan undang-undang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan”.
Kemudian untuk memperjelas dari lingkup pemeriksaan BPK, pada Pasal 4 dari ayat (1) sampai dengan ayat (4) tercantum seperti berikut : ayat (1) ”Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu”, ayat (2) ”Pemeriksaan Keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan”, ayat (3) ”Pemeriksaan Kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas”, dan ayat (4) ”Pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang tidak termasuk dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)”.
Dapat dijelaskan disini bahwa pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang selain pemeriksaan atas laporan keuangan dan pemeriksaan atas kinerja, yakni pemeriksaan yang dilakukan terhadap pendapatan dan terhadap belanja serta pemeriksaan yang bersifat menindaklanjuti terhadap adanya indikasi yang mengarah pada perbuatan korupsi atau tindak pidana kourpsi. Pemeriksaan yang berindikasi KKN adalah pemeriksaan yang dilakukan setelah dilakukan pemeriksaan rutin seperti pemeriksaan atas Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau pemeriksaan atas Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang disebut dengan pemeriksaan investigasi.
Standar Pemeriksaan
Dalam melakukan pemeriksaannya BPK senantiasa menerapkan standar pemeriksaan menurut Standar Audit Pemerintahan (SAP) yang diterbitkan oleh BPK-RI Tahun 1995, Panduan Manajemen Pemeriksaan, dan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
Kewenangan Waktu Melakukan Pemeriksaan
Setelah membahas penggunaan standar pemeriksaan, BPK pun  sewaktu melakukan pemeriksaan menerapkan kewenangan sebagaimana yang dimilikinya menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara seperti yang tertuang dalam Pasal 10 Bab II Lingkup Pemeriksaan, yakni : a. Meminta dokumen yang wajib disampaikan oleh pejabat atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, b. Mengakses semua data yang disimpan di berbagai media, aset, lokasi dan segala jenis barang atau dokumen dalam penguasaan atau kendali dari entitas yang menjadi obyek pemeriksaan atau entitas lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas pemeriksaannya, c. Melakukan penyegelan tempat penyimpanan uang, barang dan dokumen pengelolaan keuangan negara, d. Meminta keterangan kepada seseorang, dan e. Memotret, merekam dan/atau mengambil sampel sebagai alat bantu pemeriksaan. Dalam rangka meminta keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d, BPK dapat melakukan pemanggilan kepada seseorang, demikian bunyi Pasal 11.
Berpegang pada kewenangan ini, maka kepada barang siapa yang sengaja tidak menyampaikan dokumen yang dibutuhkan sewaktu BPK melakukan pemeriksaan atau barang siapa yang bermaksud menghalang-halangi atau bermaksud menggagalkan pemeriksaan, maka akan dikenakan sanksi berupa  pidana dan denda. Hal ini diatur dalam Bab VI Ketentuan Pidana Pasal 24 mulai dari ayat (1) sampai dengan ayat (4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Adapun pasal dan ayat yang mengatur ketentuan ini adalah sebagai berikut : ayat (1 : ”Setiap orang yang dengan sengaja tidak menjalankan kewajiban menyerahkan dokumen dan/atau menolak memberikan keterangan yang diperlukan untuk kepentingan kelancaran pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara palaing lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)’ ayat (2) : ”Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalangi dan/atau menggagalkan pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”, ayat (3) : ”Setiap orang yang menolak pemanggilan yang dilakukan oleh BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 tanpa menyampaikan alasan penolakan secara tertulis dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)” dan ayat (4) : ”Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan atau membuat palsu dokumen yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.
Peran Badan Pemeriksa Keuangan Dalam Pemberantasan Korupsi
Ada dua hal yang bisa dilakukan oleh BPK untuk berperan dalam pemberantasan Korupsi, yakni melakukan pemeriksaan (audit) atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara/daerah dan turut beraprtisipasi melakukan pelaporan atas daftar kekayaan para auditornya. Meski agak terlambat, saat ini BPK telah menginstruksikan kepada jajaran auditornya yang berpangkat Penata Muda Tingkat I bergolongan III/b.
Sebagai wujud kepedulian terhadap penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme, tak ada salahnya BPK turut berpartisipasi dalam pengisian daftar kekayaan para auditornya. Kegunaan dari mengisi daftar kekayaan (dari para auditornya) adalah atas dasar kesadaran dan kebersamaan untuk menciptakan negeri yang sama-sama kita cintai benar-benar kondusif, transparan dan jujur terhadap jumlah kekayaan yang dimiliki. Menilai orang lain bersih, sudah sepatutnya terlebih dulu adalah diri sendiri yang bersih, sebagai cerminan hidup yang bersih dan bisa dijadikan contoh atau teladan bagi orang yang hendak diperiksa.
Seorang auditor yang tugas sehari-harinya memeriksa akan lebih dihormati dan dihargai oleh auditeenya, mengingat interaksi yang terjadi tak lepas dari godaan dan rayuan dari kedua belah pihak terkait. Godaan dan rayuan bisa datang dari siapa saja, entah itu auditor atau pun auditeenya. Interaksi sosial antara auditor dan auditee senantiasa diwarnai kepentingan-kepentingan terhadap keamanan dan kenyamanan serta keselamatan dan kesejahteraan dari individu yang terlibat.
Selanjutnya peran yang dilakukan adalah melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara/daerah. Pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK selama ini memang kepada keadaan yang sudah terjadi terhadap pengelolaan keuangan negara/daerah atau yang berkenaan dengan realisasi anggaran. Pemeriksaan BPK didasarkan pada Undang Nomor 5 Tahun 1973 dalam Bab I mengenai Kedudukan pada Pasal 1 menyatakan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan adalah Lembaga Tinggi Negara yang dalam pelaksanaan tugasnya terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah, akan tetapi tidak di atas Pemerintah, dan dalam Bab II tentang Tugas, Kewajiban dan Wewenang Badan Pemeriksa Keuangan  pada Pasal 2 sebagai berikut :
1.      Badan Pemeriksa Keuangan bertugas untuk memeriksa tanggung jawab Pemerintah tentang Keuangan Negara;
2.      Badan Pemerksa Keuangan bertugas untuk memeriksa semua pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Bealanja Negara.
Sebenarnya pemeriksaan pengelolaan keuangan negara/daerah bisa juga diterapkan pada pemeriksaan anggarannya, karena jika hal ini dilakukan adalah suatu langkah maju pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK. Bukan suatu yang haram dikerjakan oleh BPK seandainya kebijakan ini juga diterapkan. Hal ini bisa dikatakan semacam melakukan pencegahan sejak dini akan terjadinya tindak pidana Korupsi. Gembar gembor yang selama ini didengungkan oleh BPK adalah hendak memberantas KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), sehingga gaungnya begitu menggema di telinga masyarakat. Namun apa daya keinginan masyarakat belum bisa sepenuhnya terpenuhi, karena tekad dan keinginan BPK rupanya dijawab dengan berita yang mengagetkan masyarakat bahwa perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri maupun orang lain, merugikan keuangan negara/daerah dan menguntungkan kelompok atau korporasi, telah dilakukan oleh para Kepala Daerah dengan melakukan tindak pidana korupsi.
Para pejabat daerah yang sudah dijatuhi hukuman maupun yang baru diindikasikan korupsi membuat deretan panjang masalah di negeri ini. Sendi-sendi perekonomian sudah demikian parah keadaannya. Belum usai krisis ekonomi melanda Indonesia, tiba-tiba krisis yang lebih memperparah perekonomian Indonesia, yakni kasus korupsi.
Untuk itu peran BPK ke depan bukan hanya memeriksa realisasi anggaran namun juga memeriksa anggarannya. Dengan tujuan sebagai shock terapy, agar penyakit itu dideteksi sejak awal disusunnya anggaran. Pengertian disini bahwa BPK bukan bertindak ‘over protective’ ikut terlibat menyusun anggaran, tetapi untuk mengetahui perihal atau maksud dianggarkannya suatu kegiatan/proyek, kenapa dianggarkan sekian-sekian, dan apa perlunya anggaran itu diadakan.
Penyusunan  anggaran yang dilakukan oleh Panitia Anggaran bukan sebagai jaminan tidak adanya praktek-praktek kolusi, korupsi maupun nepotisme. Sebagai orang yang sehari-hari menjalankan kegiatan pengelolaan keuangan setidak-tidaknya dapat menggoda hati nuraninya untuk melakukan pelanggaran walau sekecil apapun. Dalam penyusunan anggaran bukan suatu hal yang mustahil kalau ada permainan atau kolusi antar instansi terkait, yakni antara pemerintah daerah melalui biro atau bagian keuangan serta sekretariat dewan/dewan yang menjadi panitia anggaran untuk meluluskan atau memuluskan rencana anggaran yang diajukan oleh pemerintah daerah.
Badan Pemeriksa Keuangan dalam hal ini belum dan atau tidak mengantisipasi latar belakang penyusunan anggaran ini. Badan Pemeriksa Keuangan hanya melakukan pemeriksaan terhadap anggaran yang telah direalisasikan dalam bentuk Surat Pertanggungjawaban (SPJ). Surat Pertanggungjawaban (SPJ) itu adalah dokumen atau berkas yang bisa berupa buku-buku, lembaran-lembaran, baik itu kuitansi maupun alat bukti lainnya.
Ketika SPJ itu yang berupa laporan keuangan diketahui berindikasikan korupsi, maka yang berhak melakukan penyidikan adalah lembaga yang bernama Komisi Pemberantasan Korupsi atau disingkat KPK. Dalam hal ini BPK untuk menindaklanjuti temuan yang berindikasikan korupsi bisa diteruskan dengan Pemeriksaan Investigasi, yakni dengan landasan yang cukup memenuhi unsur-unsur korupsi dan sudah pasti mengenai angka-angkanya.
Beberapa prestasi BPK yang menyebutkan adanya dugaan korupsi di beberapa daerah yang dilakukan oleh aparatur negara, seperti Gubernur, Bupati maupun Walikota atau oleh pihak terkait telah memuat daftar panjang di beberapa media masa daerah maupun media massa nasional. Selain itu media penyiaran semacam televisi juga telah menyiarkannya melalui siaran berita atau fokus berita (masing-masing siaran televisi mempunyai versi dan nama tersendiri untuk penyebutan siaran beritanya).
Terungkapnya kasus korupsi di Propinsi Banten yang dilakukan oleh Gubernur merupakan hasil kerja BPK di daerah/Perwakilan III DKI, terungkapnya kasus korupsi di Sumatera Barat (Padang) yang dilakukan oleh anggota dewan yang terhormat adalah hasil kerja BPK Perwakilan I Medan (Sumatera Utara), terungkapnya kasus korupsi di Lampung yang dilakukan oleh anggota dewan yang terhormat adalah hasil kerja BPK Perwakilan II Palembang (Sumatera Selatan).
Kasus-kasus korupsi yang dilakukan anggota dewan terjadi pada tataran penyalahgunaan anggaran yang biasanya dilakukan berupa Perjalanan Dinas Fiktif, Biaya Penunjang Kegiatan Operasional Dewan, Perbaikan Tunjangan Penghasilan dan Tunjangan Purna Bhakti. Selain itu pelanggaran yang dilakukan adalah penyalahgunaan biaya tunjangan perumahan dinas, yang seharusnya diberikan dalam bentuk uang sewa bagi mereka yang belum memiliki rumah jika pengadaan rumah dinas belum tersedia.
Bagi Badan Pemeriksa Keuangan, kasus-kasus yang diungkapkan adalah kasus-kasus yang menonjol dan sangat siginifikan serta material dari segi kualitas maupun segi kuantitas. Bagi Badan Pemeriksa Keuangan kasus semacam ini banyak terjadi  hampir di tiap daerah dan sepertinya merata dimana-mana.
Lain di Dewan lain pula di Pemerintah Daerah. Di Pemerintah Daerah pelanggaran yang terjadi pada tataran Biaya Penunjang Operasional Kepala Daerah, Perjalanan Dinas Fiktif, pelaksanaan pekerjaan proyek/kegiatan jalan dan jembatan, gedung dan bangunan, serta penyalahgunaan wewenang/jabatan. Penilaian pelanggaran ini juga didasarkan atas masalah yang sangat signifikan atau material, baik kualitas maupun kuantitas.
Pemerintah Daerah termasuk juga anggota Dewan sepertinya sudah kompak dan serempak dalam melakukan pelanggaran-pelanggaran diatas. Itulah fakta.
Pemeriksaan Berindikasi KKN
Pemeriksaan yang mengarah pada Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) sebagaimana diinginkan oleh Undang-Undang Momor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan pemeriksaan yang diharapkan oleh masyarakat agar tercipta penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme sebagaimana diharapkan oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme harus benar-benar dapat dijawab oleh BPK. Harapan yang begitu besar berada di pundak BPK, melalui aparatur pemeriksanya atau auditornya. Auditor inilah yang berperan di lapangan untuk mengetahui keadaan atau kondisi pengelolaan keuangan yang mengarah pada perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, serta merugikan keuangan negara/daerah.
Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 butir (1) sampai dengan butir (17) bila di cermati dengan seksama dan benar, maka akan diperoleh suatu petunjuk yang jelas dan dapat dijadikan panduan untuk memahami pasal-pasal berikutnya. Apa dan bagaimana keuangan negara/daerah itu berdasar Ketentuan Umum tersebut dirangkai dengan Pasal 2 lebih menegaskan lagi makna keuangan negara/daerah. Selanjutnya dalam Pasal 3 ayat (5) maupun ayat (6) berbunyi : ”Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN”, dan ”Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan  dalam APBD”.
Pemeriksaan yang berindikasikan KKN sangat diharapkan oleh Pimpinan BPK, karena semangat reformasi yang ada pada pimpinan BPK untuk dapat menjawab tuntutan masyarakat, agar BPK dapat mengungkap dan menjerat pelaku tindak pidana korupsi.
Pada Pasal 2 hingga Pasal 20 sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Bab II tentang Tindak Pidana Korupsi di salah satu pasalnya menjelaskan bahwa : “ Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonornian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Kemudian pada pasal berikutnya juga dijelaskan tentang hukuman yang lebih berat dapat dikenakan pada pelaku tindak pidana korupsi yakni hukuman mati. Bunyi pasal itu adalah : ” Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan”.
Sanksi atau hukuman telah jelas diatur dalam ketentuan tersebut, tetapi berkenaan dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK masih merujuk pada ketentuan yang menetapkan perbuatan korupsi dengan empat unsur, yakni adanya perbuatan melawan hukum, menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, memperkaya diri sendiri atau pihak lain, serta merugikan keuangan negara/daerah.
Seputar penyebutan korupsi dengan empat unsur masih menjadi perdebatan di internal BPK, karena dari empat unsur tadi harus terpenuhi, baru dapat dikatakan melakukan tindak pidana korupsi.
Jika melihat isi atau materi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebenarnya tidaklah terlalu sulit mendefinisikan pengertian perbuatan melawan hukum, menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, memperkaya diri sendiri atau pihak lain, serta merugikan keuangan negara/daerah.
Terlepas dari perdebatan tentang penilaian korupsi yang harus memenuhi empat unsur, menurut undang-undang yang ada sangat banyak diatur dalam pasal-pasalnya. Seperti contoh diatas, contoh lain pada Pasal 4 dikatakan bahwa : ”Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3”.
Sebagaimana dikatakan sebelumnya, bahwa jenis-jenis pemeriksaan BPK adalah pemeriksaan atas laporan keuangan dan pemeriksaan atas kinerja, juga pemeriksaan atas pendapatan dan belanja. Sebagai tindak lanjut dari hasil pemeriksaan tersebut BPK dapat melakukan penelusuran atas bukti-bukti awal menyangkut kebenaran, keabsahan atas data-data dan informasi yang berindikasi KKN. Pabila ditemukan perbuatan yang mengarah kepada pidana atau perbuatan melawan hukum, maka hasil dari investigasi tersebut selanjutnya diserahkan kepada pihak kepolisian dan/atau pihak kejaksaan. Penyampaian sebagaimana dimaksud tercantum dalam Pasal 14 Bab III Pelaksanaan Pemeriksaan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
Contoh Kasus
Kamis, 15 September 2005  21:02:00 (Republika Online)
Kejati Tetapkan Empat Tersangka Kasus Korupsi Bitung
Manado-RoL -- Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Utara (Sulut) telah menetapkan sedikitnya empat tersangka dalam dua kasus korupsi di Kota Bitung, dari enam kasus hasil laporan masyarakat, kata Juru Bicara Kejati Sulut, Rein Tololiu.
Sedikitnya ada enam kasus yang ditangani Kejati berkaitan dengan laporan tersebut, dimana dua sudah masuk   dalam tahap penyidikan, sementara empat masih dalam tahap penyelidikan, kata Tololiu, Kamis di Manado, Sulut.
       
Tololiu mengatakan, dalam tahap penyidikan masing-masing proyek TV Bitung senilai Rp7 miliar dengan tersangkanya  SM, seorang Pimpro serta proyek pemecahan ombak senilai Rp4 miliar dengan tiga orang tersangka yakni  ALT ( Pimpro) , JA Direktur PT Tri Eka Cipta serta AW, Direksi lapangan.
       
Kejaksaan masih terus melakukan pengembangan penyidikan terhadap kedua kasus tersebut, dan tidak menutup kemungkinan jumlah tersangkanya akan bertambah. Kejaksanaan belum menahanan  keempat tersangka tersebut  sebab untuk melaksanakannya diatur dalam KUHAP, seperti tersangka ingin melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.
       
Penilaian sementara tidak ada indikias keempat tersangka itu untuk melariarikan diri atau menghilangkan barang bukti, tetapi ini semua tidak akan menutup kemungkinan sewaktu-waktu dilakukan penahanan.
       
Tololiu mengatakan,  sementara empat kasus lainnya masih dalam tahap penyelidikan masing-masing, dugaan penyimpangan pengadaan buku paket pendidikan untuk siswa Sekolah dasar hingga Sekolah Menengah Atasa tahun 2004, dugaan Mark Up pembelian anah lokasi Gedung Kesenian, dugaan proyek fiktif pembangunan jembatan di Girian Bawah dan dana lobi penetapan Bitung sebagai kawasan Free Trade Zone. ant/pur
 Penyebab
Dari serangkaian kasus-kasus yang diungkap diatas adalah terjadi karena kelemahan manajemen/pengelolaan, kelemahan pengawasan dan keteledoran atau adanya unsur kesengajaan.
Lemahnya Sumber Daya Manusia seperti yang diakui oleh Pemerintah Kabupaten X, membuktikan bahwa apa yang selama ini dicermati oleh BPK memang sangat merisaukan. Betapa tidak, dari kasus-kasus yang ditemui memang menyangkut kelemahan seperti pengakuan Pemerintah Kabupaten X, bukan sebuah fenomena baru, tetapi adalah suatu keadaan yang perlu dibenahi oleh Pemerintah Pusat dan juga Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
Penyebab itu datang dari internal maupun eksternal pemerintah daerah.
Penyebab dari internal pemerintah daerah adalah : kurang tersedianya SDM yang cukup memadai, seperti kurangnya tenaga Akuntan, kurangnya pemahaman terhadap peraturan perundangan, kurangnya koordinasi antar unit organisasi maupun koordinasi antara bawahan dan atasan, kurangnya pelatihan terhadap pengetahuan peraturan perundangan dan/atau pelatihan akan ketrampilan untuk mengelola anggaran secara baik dan benar, penerapan kebijakan yang salah atau keliru dari atasan atau pimpinan (atasan pada unit organisasi atau pimpinan Kepala Daerah), penempatan pegawai yang tidak pada tempatnya (terutama pada unsur pimpinan unit organisasi). Namun selain penyebab yang tersebut, adanya penyebab karena memang sengaja mengabaikan aturan atau ketentuan yang berlaku atau dengan kata lain sengaja melanggar aturan atau ketentuan yang berlaku, meski perbuatan itu akan dapat mengakibatkan kerugian keuangan negara/keuangan daerah.
Penyebab dari eksternal pemerintah daerah adalah datang dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD. DPRD, karena terdiri dari berbagai partai politik, maka tak lepas dari kepentingan dari para elit politik yang ada di dewan maupun kepentingan dari induk organisasi politiknya. DPRD yang memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah pada Bab IV Penyelenggaraan Pemerintahan, Bagian Kelima tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang terdapat pada Paragraf Kesatu, Umum, Pasal 41 : ”DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawsan”, tidak memilki komitmen yang kuat untuk melaksanakan tugas/amanat yang diembannya dari rakyat. Bersama aparatur pemerintah, DPRD (baca : anggota Dewan) turut melakukan pelanggaran. Bentuk pelanggaran yang dilakukan diantaranya adalah melakukan perjalanan fiktif (SPPD fiktif), mencairkan tunjangan kesehatan (Tunjangan Kesejahteraan) yang seharusnya dibayarkan dengan premi asuransi (baca : Polis Asuransi). Dengan demikian fungsi utama dari Pengawasan menjadi tidak berjalan. Ini baru sebagian kecil ilustrasi dari penyebab eksternal pemerintah daerah yang dilakukan oleh DPRD.
Pembenahan Yang Harus Dilakukan
Untuk mengatasi problema tersebut diatas, kiranya harus ada tindakan yang konkret bagi Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, yakni harus melakukan upaya-upaya perbaikan segala cara, seperti penyegaran pengetahuan dalam hal administrasi maupun pengelolaan keuangan, penataran dan pelatihan kemampuan pengelolaan keuangan. Selain itu hal yang tak kalah pentingnya adalah pembenahan rekruitmen Sumber Daya Manusia, penempatan dan juga mutasi yang bersifat promosi jabatan maupun penyegaran yang berupa perpindahan dari satu unit kerja ke unit kerja lainnya. Inilah pekerjaan yang maha penting dan perlu ditindaklanjuti.
 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa BPK dalam melakukan pekerjaan besar dan berat harus mampu menjalankan tugas sesuai dengan keinginan undang-undang dan juga keinginan masyarakat. Berikut adalah kesimpulan dari uraian diatas :
a.       Korupsi adalah penyakit yang harus dibasmi sampai ke akar-akarnya;
b.      Tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; kedua, bahwa akibat tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, juga menghambat pertumbuhan dan  kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi;
c.       Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme serta Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diundangkan sejak tanggal 16 Agustus 1999;
d.      Tugas pemberantasan korupsi tidak dapat diemban sendirian oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, tetapi dibutuhkan instansi lain, yakni selain instansi penegak hukum seperti kepolisan dan kejaksaan, juga instansi seperti Badan Pemeriksa Keuangan;
e.       Setelah terjadinya otonomi daerah, tindak pidana korupsi telah merambah ke seluruh daerah di tanah air;
f.       Pelaku Korupsi telah terjadi dilingkungan Korporasi maupun dilingkungan Pegawai Negeri;
g.      Pelaku Korupsi dapat dikenakan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun serta denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah);
h.      Pelaku Korupsi dapat juga dikenakan hukuman berat berupa hukuman mati;
i.        Peran BPK begitu penting dalam upaya pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, karena BPK memilki kewenangan yang diatur dalam undang-undang;
j.        Peran BPK selain melakukan pemeriksaan, juga turut menganjurkan para auditornya untuk melaporkan daftar kekayaan yang dimiliki, selain para pejabat strukturalnya;
k.      Korupsi terjadi di semua daerah dan merata setelah era otonomi daerah diberlakukan;
l.        Pengungkapannya kepada masalah yang sangat siginifikan atau material, baik kualitas maupun kuantitas;
m.    Banyaknya kelemahan/kekurangan pemahaman terhadap peraturan perundangan maupun kemampuan untuk mengelola keuangan secara baik dan benar.
Saran-Saran
Dari uraian yang telah disampaikan hingga diperoleh kesimpulan, maka untuk menjawab hal-hal tersebut diatas timbul saran-saran sebagai berikut :
a.       Pemerintah Daerah harus serius menangani kelemahan dalam pemahaman peraturan perundangan dan juga pembenahan dalam rekruitmen pegawai, seperti perencanaan, penyeleksian, penempatan, pendistribusian, pelatihan pekerjaan/jabatan, penjenjangan karier melalui promosi jabatan, regulasi kepegawaian dan peningkatan kesejahteraan dalam sistem penggajian dan tunjangan jabatan (fungsional maupun struktural); selanjutnya yang tak kalah pentingnya adalah penghargaan atas prestasi dan hukuman atas pelanggaran peraturan perundangan.
b.      Pemerintah Pusat harus lebih bijak lagi mencermati kasus-kasus korupsi yang terjadi di daerah dan segera melakukan langkah-langkah perbaikan ke depan dengan cara melakukan pengawasan pengelolaan dan pertanggungjawaban anggaran lebih ketat yang mengarah kepada unsur efisiensi, efektivitas, ekonomis, transparansi serta akuntablel.
c.       Penyebab Internal maupun Eksternal yang mempengaruhi jalannya kegiatan pemerintahan berupa pengawsan maupun koordinasi dan sebagainya.

0 komentar:

Popular Posts

Antara Konsep Saya dan Amien Rais

Imam Supriadi


Prof. Dr. M. Amien Rais

17 Langkah Membangun Indonesia


Amien Rais melihat masih banyak agenda reformasi yang belum tercapai seperti penegakan pemerintah yang bersih dan penegakan supremasi hukum, pemulihan ekonomi yang tak kunjung tiba, penggangguran yang meluas, harga-harga barang yang semakin sulit dijangkau. Kenyataan ini membuat kebanyakan masyarakat menganggap reformasi sudah gagal. Bagi Amien Rais reformasi total harus terus dilanjutkan. Berhenti dapat berarti kehancuran.


Berikut ini pokok-pokok pikiran Ketua Umum PAN Amien Rais untuk kelanjutan proses

reformasi total yang dirumuskannya dalam 17 langkah membangun Indonesia untuk mencapai tujuan reformasi yaitu masyarakat Indonesia yang berke-Tuhan-an, berperikemanu-siaan, bersatu-padu, berdemokrasi dan berkeadilan sosial. Pokok pikiran ini pernah disampaikannya dalam pidato penutupan sidang tahunan MPR 2003, 7 Agustus 2003.


Pertama, mempertahankan dan memperkuat NKRI sebagai pilihan akhir bangsa Indonesia. Dalam UUD 1945, terdapat pasal yang tidak boleh diubah (non-amandable article), yaitu pasal pasal 1 ayat (1) berdasarkan pasa137 ayat (5). PasaI 1 ayat (1) itu berbunyi: Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik. NKRI adalah ketentuan konstitusiona1 yang sampai kapan pun tidak dapat diubah. Tulang punggung bangsa yaitu TNI dan POLRI harus tangguh dan kuat. Mereka harus didukung oleh perangkat keras, perangkat lunak, dan persenjataan modern dan kesejahteraannya terjamin. Oleh karena itu, APBN harus mengatur jelas dan tegas budget untuk kedua lembaga strategis itu.


Kedua, meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia demi mengejar ketertinggalan dengan negara-negara lain. Pasa131 ayat 4 UUD 1945 menyebutkan: “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”. Dengan ketentuan konstitusi seperti ini masyarakat terutama mereka yang tergolong kelas menengah bawah menjadi prioritas.


Ketiga, meningkatkan kualitas kesehatan dan gizi anak-anak Indonesia. Pelayanan imunisasi, persalinan, dan sanitasi menjadi fokus perhatian.


Keempat, berpihak kepada petani dan nelayan. Membuat kebijakan ekonomi yang berpihak kepada petani dan memberikan perlindungan dan sokongan kepada mereka.


Kelima, memperhatikan kesejahteraan kaum pekerja sehingga tidak hanya menjadi alat produksi.


Keenam, memberantas korupsi dengan keberanian, kelugasan dan ketegasan.


Ketujuh, melepaskan diri dari ketergantungan luar negeri dengan mengurangi utang luar negeri secara bertahap.


Kedelapan, membangun perekonomian nasional yang tangguh dengan konsep dan program pembangunan ekonomi nasional yang realistis, kenyal dan menomorsatukan kepentingan bangsa di atas kepentingan lain. Menata konglomerasi sedemikian rupa sehingga industri skala kecil dan skala menengah dapat tumbuh berkembang. Sektor informal perlu lebih diperhatikan karena mereka kedap terhadap goncangan-goncangan finansial regional dan internasional. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi untuk mengurangi pengangguran terbuka dan terselubung yang telah mencapai angka lebih dari 40 juta jiwa.


Kesembilan, memantapkan kehidupan demokrasi dengan memberantas segala bentuk diskriminasi. Kemajemukan tanpa diskriminasi dapat menjadi sumber kekuatan. Sebaliknya, kemajemukan disertai diskriminasi (agama, suku, ras, jenis kelamin, dsb) akan berakhir dengan kehancuran.


Kesepuluh, masa depan bangsa tergantung dari para pemuda zaman sekarang. Pepatah Arab mengatakan “ Syubbanul yaum rijaalul ghad” .Pemuda hari ini adalah manusia dewasa hari esok. Mencegah meluasnya pengaruh narkoba di kalangan anak-anak muda. Di Singapura dan Malaysia, seseorang yang terbukti memiliki beberapa gram dedah langsung dihukum mati. Tidak perduli apakah dia warga negara atau orang asing.


Kesebelas, mempertahankan kelestarian alam. Menghentikan kegiatan merusak lingkungan alam seperti penebangan liar hutan untuk mencegah khasanah flora dan fauna Indonesia, termasuk keragaman aneka unggas punah untuk selamanya. Untuk mencegah itu diperlukan progam mendesak:

a. Restrukturisasl HPH secara menyeluruh

b. Reboisasi intensif dan ekstensif di bawah tekanan waktu yang mungkin sudah tidak memihak lagi.

c. Mencegah sungguh-sungguh kebakaran hutan yang selama ini pasti terjadi setiap tahun yang telah menjatuhkan citra bangsa di dunia internasional.


Keduabelas, mengupayakan rekonsiliasi nasional untuk memperkokoh persatuan dan kerukunan nasional. Rekonsiliasi nasional itu memang mengandung banyak agenda. Membela anak atau cucu para aktivis PKI di tahun 1960-an dengan memberi hak sebagai warga negara secara penuh karena tidak ada dosa politik yag diwariskan. Rebuilding Maluku dan Maluku Utara dari segi sarana fisik, pemukiman, rumah ibadah, sekolah dll.


Demikian juga pemulihan kerukunan beragama di sana yang dulu pernah menjadi contoh par excellence di dunia. Dalam konteks Aceh, bila GAM sudah dapat ditanggulangi, maka rebuilding Aceh harus sejak sekarang mulai dipikirkan. Memulihkan harkat dan martabat rakyat Aceh; memberikan kompensasi optimal terhadap kezaliman sosial dan ekonomi yang diderita rakyat Aceh selama kurun waktu yang panjang; serta tidak pernah mengulangi lagi pelanggaran HAM di tanah Aceh oleh pemerintah Jakarta; semua itu merupakan program sangat mendesak. Demikian juga persoalan sosial, ekonomi dan politik di tanah Papua (Irian Jaya) harus dipecahkan lebih dini secara tegas, arif dan adil daripada menunggu persoalan menjadi lebih besar.


Ketigabelas, membangun politik luar negeri yang bebas dan akfif bukan dengan cara yang gamang, waswas dan kadang-kadang setengah hati, tetapi dengan pola politik luar negeri yang yakin diri, tegas dan mantap. Kebiasaan melakukan internasionalisasi masalah domestik dihentikan. Karena itu masalah yang bersifat domestik dipecahkan dengan kreativitas, kearifan dan kewaskitaan sendiri, tanpa harus mengundang pihak asing untuk mengintervensi.


Keempatbelas, bangsa Indonesia tidak boleh retak. Budayakan sikap kritis dan korektif terhadap diri sendiri maupun kepada-pihak lain. Akan tetapi semua itu harus dilakukan secara dewasa dan bertanggung jawab. Bung Karno sering mengingatkan bahwa a divided nation cannot stand. Sebuah bangsa yang retak ke dalam tidak mungkin dapat berdiri tegak.


Kelimabelas, kedaulatan harus dikembalikan kepada rakyat berdasarkan konstitusi, UUD 1945, Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 yang mengatakan bahwa: Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. “Tujuh puluh dua tahun yang lalu, Bung Hatta sudah mengatakan: Bagi kita, ra’jat itoe jang oetama, ra’jat oemoem jang mempoenjai kedaulatan, kekuasaan (souvereinteit). Karena ra’jat itoe djantoeng-hati Bangsa. Dan ra’jat itoelah jang mendjadi oekoeran tinggi rendah deradjat kita. Dengan ra’jat itoe kita akan naik dan dengan ra’jat itoe kita akan toeroen. Hidoep atau matinja Indonesia Merdeka, semoeanja itoe bergantoeng kepada semangat ra’jat. Penganjoer-penganjoer dan golongan kaoem terpeladjar baroe ada berarti, kalau dibelakangnja ada ra’jat jang sadar dan insjaf akan kedaulatan dirinja.

Keenambelas, menerapkan pasal-pasal HAM itu dalam kehidupan nyata secara konsisten dan konsekuen. Lewat UUD 1945, kini Hak Asasi Manusia (HAM) bangsa Indonesia telah terjamin dan terlindungi. Dalam UUD 1945 Bab Hak Asasi Manusia adalah bab yang terpanjang kedua setelah Bab Kekuasaan Pemerintah Negara. Bab Hak Asasi Manusia terdiri dari 10 pasal dan 26 ayat, dan ini merupakan pencapaian bangsa yang luar biasa.

Ketujuhbelas, melindungi seluruh aspek budaya dan melindungi serta mengembangkan kesenian daerah dalam segala cabangnya yang merupakan kekuatan bangsa. Sangat tepat pasal 32 ayat (1) UUD 1945 menentukan: ‘Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”

Rujukan Fundamental

Untuk mengatasi 17 permasalahan bangsa tersebut, dalam rangka melanjutkan proses reformasi total, ada 6 (enam) rujukan fundamental.

Satu, lagu kebangsaan (national anthem). Bait-bait lagu kebangsaan itu laksana sumber inspirasi untuk terus menerus bersatu dan bersama membangun Indonesia yang merdeka, yang bangun jiwa dan badannya, yang selalu hidup berdinamika menuju Indonesia Raya.

Dua, sang saka merah putih. Bendera sang dwi-warna itu mengatasi seluruh bendera partai, kelompok, golongan dan setiap komponen bangsa. Bendera berbagai kumpulan anak bangsa boleh berbeda-beda, tetapi semuanya berada dalam naungan sang saka merah putih.

Tiga, bahasa Indonesia, bahasa pemersatu. Lewat bahasa Indonesia, ratusan lingua franca (bahasa daerah) yang ada di seluruh nusantara dapat dijembatani. Sulit membayangkan keutuhan bangsa Indonesia yang demikian majemuk tanpa adanya bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Empat, semboyan nasional, Bhinneka Tunggal Ika. Keberagaman dalam persatuan. Pergaulan antarenam agama yang resmi diakui Pemerintah, ditambah beratus-ratus suku bangsa, adat istiadat dan keragaman budaya menjadi demikian lancar, mudah dan egaliter karena motto nasional Bhinneka Tunggal Ika. Tidak boleh ada yang merasa superior tetapi juga tidak boleh ada yang merasa inferior satu sama lain. Semua anak bangsa bersaudara dalam pangkuan Bhinneka Tunggal Ika itu.

Lima, TNI dan Polri. TNI dan Polri yang berdiri di atas segala kelompok dan golongan niscaya menjadi salah satu perekat nasional yang sangat kuat. Sumpah Sapta Marga setiap prajurit TNI dan sumpah Tribrata Polri telah menjamin pengabdian yang lebih luas, pengabdian pada nusa dan bangsa, bukan pengabdian sempit pada suatu golongan atau kelompok bangsa. Angkatan Darat dengan semboyan Kartika Eka Pakci, Angkatan Udara dengan Swabhuana Pakca, Angkatan Laut dengan Jalesveva Jayamahe, dan Polri dengan Rastra Sewakottama, semua bekerja dan berjuang untuk membangun kejayaan nusa dan bangsa.

Enam, Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara. Pancasila terbukti telah berhasil menjadi konsensus dan perjanjian adiluhung bangsa Indonesia pada masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Tidak bisa dipungkiri Pancasila telah menjadi semen dan perekat paling kuat bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

Dengan enam rujukan fundamental tersebut, ditambah keimanan dan keyakinan pada allah SWT, bangsa Indonesia tetap sanggup mengatasi berbagai halangan, tantangan, gangguan dan rintangan apa saja. ► ch robin simanullang, dari The Amien Rais Center. LANJUT


*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia









Imam Supriadi

5 Tugas Utama Membangun Indonesia


Pertama, mengentaskan kemiskinan harus dilakukan secara benar, tepat dan terpadu. Pengentasan kemiskinan berpangkal dari miskin harta, miskin ilmu dan miskin iman.

Miskin dapat dibagi menjadi dua wilayah, yakni wilayah pedesaan dan wilayah perkotaan. Berbicara wilayah pedesaan, karena kebanyakan masyarakat di desa tidak memiliki lahan persawahan atau ladang tempat mereka bercocok tanam. Sebagian besar sawah atau ladang mereka habis, disebabkan oleh pembangunan perkotaan dan pemukiman. Mereka sebenarnya lebih banyak disebut petani penggarap, karena mereka hanya menggarap tanah milik orang kota

Untuk wilayah perkotaan, biasanya menyangkut lulusan universitas atau perguruan tinggi yang belum atau susah mendapatkan pekerjaan. Disamping itu adanya pengangguran akibat Pemutusan Hubungan Kerja dari Perusahaan-Perusahaan (biasanya perusahaan asing). Kelompok ini disebut BURUH, yang mendapat perlakuan tidak manusiawi, mereka dibayar dengan upah yang sangat rendah atau tidak memadai. Selanjutnya kelompok Pegawai Negeri Sipil, Guru dan juga Tentara dan Polisi yang masih menerima gaji yang tidak memadai atau jauh dari sejahtera.

Sudah miskin ’Harta’ atau tidak cukup penghasilan, mereka jelas tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, disebabkan oleh tingginya harga-harga kebutuhan barang konsumsi.

Di bidang kesehatan, berikan pelayanan yang baik dan benar serta tepat. Usahakan penebusan resep obat terjangkau. Bukan hanya kesehatan fisik tapi juga kesehatan lingkungan pemukiman, penting diperhatikan. Penyalahgunaan obat-obatan (Jenis Narkotika dan lainnya) jangan ada lagi. Di sektor Pengangguran, kelompok ini yang bisa menjerumuskan mereka menjadi berbuat kriminal. Penuntasannya adalah bukan hanya menyejahterakan mereka dengan kebutuhan ekonomi, namun juga kebutuhan ’Jiwa’, yakni masalah moral atau iman. Faktor ini harus juga dibenahi, yakni dengan meningkatkan kualitas pendidikan dan juga kesempatan mendapatkan kesempatan mendapat pendidikan secara benar, tepat dan berdaya guna. Diusahakan sektor pendidikan harus terjangkau, murah atau gratis. Hal ini harus didukung dengan pembiayaan yang memadai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Konsep pendidikan yang berkiblat ke BARATmenyebabkan hasil dari mutu pendidikan kita rendah dan terbelakang atau terpuruk. Sudah tidak didukung anggaran yang tidak memadai, ditambah lagi kurikulum pendidikan yang tidak bersumber pada pendidikan AKHLAK atau BUDI PEKERTI atau MORAL. Saat ini mutu pendidikan kita bisa diukur dan dilihat dampaknya dari banyaknya tingkah atau perilaku para remaja dan pemuda yang berbuat kriminal, seperti pencurian, penodongan, pemerkosaan, pembunuhan dan juga perampokan. Hal ini ada beberapa faktor yang menyebabkan mereka seperti itu, yakni rendahnya perhatian keluarga, lingkungan yang kumuh dan tidak kondusif, penghasilan keluarga yang tidak mencukupi hingga pengaruh budaya luar atau budaya BARAT yang mencekoki DUNIA PERGAULAN BEBAS DAN SEX BEBAS. Melalui Media tontonan TLEVISI, FILM dan ENTERTAIN yang menyuguhkan budaya yang tak sesuai dengan adat, budaya, etika ketimuran dan juga moral. Tanpa program yang awal ini, mustahil semuanya akan berjalan dengan baik dan sukses.

Kedua, memberdayakan SUMBER DAYA MANUSIA. Memberdayakan Sumber Daya Manuisa atau SDM adalah dengan cara sebagai berikut : memberdayakan Petan dan Nelayan, dengan cara memberikan Kredit Usaha Tani dan Nelayan disertai dengan Bimbingan Usaha Tani dan Nelayan (bantuan Manaejemen). Untuk kelancaran ini harus dicanangkan program dukungan yakni pemasaraan hasil-hasil pertanian dan perikanan dengan cara membantu mereka untuk mendistribusikan hasil-hasil pertanian dan perikanan mereka secara benar, tepat dan terpadu (Lintas Sektoral). Menarik mereka ke dalam kelompok-kelompok usaha tani dan Nelayan dan sarana perkoperasian yang baik dan benar. Berikan mereka Modal yang cukup dan pemasaran yang tepat. Berikan juga mereka Bibit Unggul, seperti Bibit Padi Unggul, Benih Ikan Unggul, Pupuk yang baik dan tepat, juga Alat Penangkap Ikan seperti Perahu Motor dan dukungkan BBM yang memadai.

Pemberdayaan selanjutnya adalah di sektor Pegawai Negeri Sipil, Guru/Dosen, Tentara dan Polisi, juga tenaga Buruh (sektor usaha swasta dan BUMN/BUMD). Mereka harus diberi kesempatan untuk berkarier yang seluas-luasnya dan menempatkan mereka pada jabatan-jabatan yang pas dan sesuai, dilihat dari faktor pengalaman dan keilmuan. Masalah kemampuan, baru bisa dilihat setelah mereka diberi Kesempatan Dan Kepercayaan. Tanpa memberikan Kesempatan dan Kepercayaan, mustahil mereka bisa dikategorikan mampu. Sebab, kapan mereka memegang suatu jabatan, bila untuk itu tidak diberikan.

Faktor lain yang juga tak kalah pentingnya adalah pemeberdayaan di sektor politik dan diplomasi. Sektor ini perlu dibenahi, karena politik kita selama ini hanya menjalankan politiknya Amerika dan sekutu-sekutunya (Inggris, Belanda dan negara-negara Uni Eropa lainnya serta Australia). Diplomat-diplomat kita tidak cukup tangguh dan berani. Hal ini terlihat selepas dari Figur-Figur seperti ADAM MALIK (Mantan Menteri Luar Negeri), Ali Alatas (Mantan Menteri Luar Negeri) dan juga Mochtar Kusumaatmadja (Mantan Menteri Luar Negeri),. Sedangkan saat ini, Menteri Luar Negeri Hasan Wirayudha boleh dikata tidak seperti ketokohan ketiga pendahulunya. Hasan Wirayudha ’lembek’ dan bisa dikendalikan oleh Amerika. Ingat, kasus kedatangan Meneteri Luar Negeri Amerika, CONDOLISA RICE (yang notabene Orang Yahudi), harus mendapat pengawalan yang sedemikian SUPER KETAT. Sudah menjadi kelaziman Amerika jika tidak merekrut atau menempatkan Menteri Luar Negerinya dari Orang Yahudi, bukanlah Amerika. Mereka (Orang-Orang Yahudi) senantiasa mendapat kehormatan untuk berada dibarisan terdepan, menjadi Menteri Luar Negeri, seperti Henry Kissinger (1973-1977, Menteri Luar Negeri dan 1969-1975 sebagai Penasihat Keamanan Nasional), Madeleine Albrigh (1997-20010).

Ketiga, pemberdayaan SUMBER DAYA ALAM, artinya memberdayakan Sumber Daya Alam secara baik, tepat dan benar. Hutan-hutan Indonesia yang sudah rusak atau gundul dan sebagian sudah menjadi lahanperkebunan (terakhir Hutan Lindung di Jambi diubah menjadi Areal Perkantoran Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau oelh pemerintah Kabupaten Bintan bersama salah seorang Anggota Dewan (DPR) yakni Al Amin Nur Nasution (telah ditahan oleh KPK) terasa menyesakkan, karena hutan sebagai paru-paru bumi dijarah dan dirusak oleh ulah manusia.

Hutan harus dilestarikan kembali serta dijaga/dirawat. Para Pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) harus ditinjau ulang/lagi. Sertakan masayarakat sekitar hutan untuk menjaga sekaligus pemilik aset yang sangat berharga itu melalui sebuah perusahaan atau Koperasi dengan memiliki saham dalam suatu perusahaan negara atau daerah dan juga koperasi.

Laut berserta fungsi-fungsinya seperti fungsi pelayaran, fungsi biota laut dan fungsi penelitian dan sekalgus fungsi rekreasi, harus digali dan digali serta dikembangkan. Pengelolaannya harus terpadu antar departemen atau instansi terkait. Sumber daya alam yang terkandung di bawah laut masih sangat banyak yang belum terambil dan termanfaatkan.

Keempat, Alih Tekhnologi, artinya masyarakat atau rakyat Indonesia tidak boleh ketinggalan atau tidak mengenal dan menguasai tekhnologi. Mulai dari sektor pertanian, yang sebagian besar menjadi tumpuan hidup rakyat Indonesia, yang sebagai negara agraris tapi kerjanya mengimpor, harus menggunakan tekhnologi secara maksimal dan tepat guna serta berdaya guna. Sektor perikanan/kelautan, kehutanan, perhubungan/transportasi; perkantoran dan sebagainya, harus diupayakan menggunakan tekhnologi internet. Juga di sekolah-sekolah dasar, sekolah menengah hingga perguruan tinggi (baik swasta maupun negeri) diwajibkan menggunakan internet. Sistem Perbankan dan sistem informasi penting lainnya. Saatnya memanfaat tekhnologi canggih.

Industri besar maupun kecil, termasuk industri rumah tangga, diberikan pengertian tentang manfaat tekhnologi canggih. Bukan hanya menggunakan tetapi juga membuat atau menciptakan tekhnologi baru yang berdaya guna dan berdaya saing, sehinga putera puteri Indonesia sudah mampu menguasai tekhnologi canggih.

Kelima, Industrialisasi, artinya tujuan akhir dari pembangunan telah nyata dan sampai kepada tahapan akhir, yakni menjadikan Indonesia sebagai negara industri dan negara maju. Bisa memanfaatkan tekhnologi tapi berbasis ramah lingkungan. Tumpuan pembangunan Indonesia sesunguhnya terletak pada sektor pertanian, sehingga industrialisasi yang dibangun dan dikembangkan mengacu pada sektor pertanian. Sebagai negara AGRARIS atau negara yang sebagian besar penduduknya hidup atau berasal dari mengolah tanah pertanian, maka sudah selayaknya kita menguasai tekhnologi untuk pertanian dan berjuang untuk menjadi negara industri yang bertumpu pada sektor pertanian. Semoga.

5 Faktor Pendukung Pembangunan

Selain 5 faktor utama diatas, masih harus didukung dengan 5 faktor pendukung, yakni sebagai berikut:

Pertama, Tertib Admnistrasi Umum; artinya semua program diatas harus didukung dengan tertib ini. Segala kegiatan harus tersimpan dalam dokumen atau file dan dalam bentuk tulisan, berupa catatan-catatan atau buku-buku, kuitansi-kuitansi, nota-nota dan dokumen tertulis lainnya, sebagai upaya cara untuk mendeteksi terhadap kesalahan dalam penyajian.tertib ini ada di bidang personalia/kepegawaian, bidang keuangan, bidang informasi atau kehumasan serta bidang-bidang lain.

Kedua, Tertib Personalia; artinya mulai dari sisi perencanaan, penyeleksian, penempatan hingga ke jenjang rotasi atau rolling pegawai atau mutasi pegawai, baik promosi maupun pemindahan dan juga pemensiunan pegawai, harus diupayakan tertib.

Ketiga, Tertib Keuangan; artinya segala pengeluaran atau belanja yang menggunakan uang negara atau daerah (APBN/APBD) harus sesuai dengan maksud penganggarannya dan seusai dengan kebutuhan, manfaat dari hasilnya segala macam kebutuhan (barang) yang diusahakan atau dibeli. Segi ekonomis menjadi dasar pertama, karena dilihat dari umur pakai serta tidak bersifat mubazir atau sia-sia.

Keempat, Tertib Peralatan/Perlengkapan; artinya terhadap pengeluaran atau penggunaan prasarana dan sarana, tak lepas dari masalah tertib ini. Penggunaan prasarana dan sarana yang dimaksudkan agar efisien, efektif dan ekonomis. Semisal pemakaian alat transportasi mobil, motor dan lainnya, begitu juga telepon, listrik, air dan sarana lainnya harus diupayakan dan ditujukan penggunaan secara efisien, efektif dan ekonomis.

Kelima, Tertib Organisasi/Manajemen; artinya setiap unit kerja harus disesuaikan dengan jumlah kebutuhan personil dan beban kerja yang ada, sehinggab tidak terjadi kelebihan maupun kekurangan personil atau beban yang semakin bertambah tapi kekuatan personilnya minim. Tujuannya adalah agar dalam segi pembiayaan tidak menjadi beban berat atau mubazir. Setiap unit kerja harus mengevaluasi beban kerjanya, karena dikhawatirkan personalianya tidak sanggup menyelesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Semisal, satu unit kerja seharusnya dapat dikerjakan oleh lima orang, namun dalam unit tersebut direkrut atau ditempatkan sebanyak sepuluh (10) personil, sehingga selebihnya yang lima orang adalah menjadi beban anggaran dan menjadi tenaga kerja yang kurang bisa dimanfaatkan.

Dasar Pemikiran

Melihat Indonesia dari sisi GEOGRAFIS DAN GEOPOLITIK.

Secara Geografis Indonesia berada dijalur atau garis khatulistiwa dan memiliki tingkat kesuburan tanah yang sangat memadai, begitupun dengan jumlah penduduk yang menempati urutan lima besar setelah Cina, Amreika, India dan Rusia. Sebagai pemeluk Agama Islam terbesar di dunia dan juga terpadat. Kenapa Belanda dan Jepang datang ke Indonesia, dikarenakan hal-hal seperti ini.

Secara Geopolitik, Indonesia ’dikepung’ oleh kekuatan-kekuatan besar seperti Amerika, Cina, Australia dan Jepang. Dari segi Ideologi, Cina adalah penganut faham Komunisme (Marxisme) dan faham Sosialisme, sementara Rusia menganut faham Komunisme (Leninisme) sedangkan Amerika menganut faham Kapitalisme dan juga Liberalisme

Harusnya Indonesia unggul disegala bidang, karena Indonesia memiliki tanah/lahan yang subur dan luas, penduduknyan banyak dan padat adalah sumber kekuatan pembangunan. Didukung dengan Agama Islam yang dianut, seharusnya menjadikan Indonesia Negeri yang berakhlak mulia.

Konsep pembangunan ekonomi yang menyengsarakan rakyat, konsep pembangunan politik yang membelenggu kebebasan, konsep pembangunan pendidikan yang mengabaikan nilai-nilai agama, malah menganut nilai-nilai sekularisme (keduniaan dan kebendaan). Konsep saya Insya Allah akan mengedepankan Ekonomi Kerakyatan, yakni pembangunan ekonomi yang mengandalkan kemampuan sendiri, mengangkat derajat kaum dhuafa (kaum miskin) seperti, Buruh, Pedagang Kaki Lima, Pegawai Negeri Sipil dan lainnya.

Mengangkat harkat dan martabat kaum pribumi dan kaum terpinggirkan, yang sebenarnya banyak menyumbang devisa seperti Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri. Namun karena salah dalam menerapkan konsep, sehingga Tenaga Kerja Indonesia tak ubahnya seperti Sapi Perahan dan/atau Budak Murahan bagi negeri jiran seperti Malaysia.

Kemampuan manajerial SBY, Megawati, GUSDUR, Habibie, Soeharto dan juga Soekarno, masih jauh dari harapan rakyat.

Jika ALLAH menghendaki dan meridhoi, saya akan berjuang bersama rakyat atau Kaum Dhuafa untuk memimpin negeri ini, amin ya robbal ’alamin.

Diskusi Islam-Kristen Via Facebook

Antara Azizi F Sigit dan Saya


Imam Supriadi 11 Juli jam 11:01
saya juga punya saudara dari Jawa yang NASRANI, tapi kami tak ada permusuhan,ok. Bahkan ada yang menjadi Pendeta/Pastur,ok.

Azizi F Sigit 11 Juli jam 12:19
thanks telah nge-add, kel sayapun bhineka, mertua islam, kakek katolik (dr ibu) islam (dr bpk) hindu(dr bpk mertua) dan damai2 dan akur2 selalu, karna perselisihan terjadi apabila saling mrs benar, tp bg saya yg penting laku (perbuatan) kita
Dikirim melalui Facebook Seluler

Imam Supriadi 11 Juli jam 21:14
thanks atas konfirmasinya. Kami kaum Muslim tak suka mengganggu apalagi menggunakan kekerasan, apabila dari pihak anda tidak melakukan pemurtadan dan provokasi. Banyak contoh2 kejadian yang dilakukan oleh kelompok Nasrani yang mengiming-imingi, menggunakan cara toleransi dan diskriminasi terhadap minoritas. Tidak..!! Kami sangat toleran dan tidak pernah berdakwah menggunakan cara2 yang tidak diajarkan oleh agama kami. La Iqroha fiddiin (tak ada paksaan dalam beragama)> Paman Rosulullah sendiri tidak bisa dipaksa masuk ISLAm, meski paman beliau banyak jasanya dalam dakwah dan perjuangan Rosulullah (Nabi Muhammad SAW). Banyak contoh2 suri teladan dari Nabi kami yang harus kami ikuti. Penaklukkan KOTA MEKAH tak perlu ber-darah2 dan kekerasan. Ini sedikit gambaran perilaku AGAMA ISLAM yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW.

Azizi F Sigit 11 Juli jam 22:05
Saya pribadi pribadi tidak pernah menganggap agama yang satu lebih baik dari yang lain. Di dalam menjalankan hidup saya lebih mengedepankan pada tuntunan nurani atau orang jawa bilang laku sejati.
Kitab suci adalah hasil dari permenungan penulis atau tokoh dalam KS tsb didalam mencari kebenaran Tuhan, dan KS adalah salah satu sarana untuk mendapatkan kebenaran Tuhan, maka bagi saya Tuhan lebih melihat kemurnian hati kita didalam mencari kebenaran..TQ
Dikirim melalui Facebook Seluler

Imam Supriadi 12 Juli jam 1:29
terima kasih, tapi jika anda sudi bacalah ini:
http://injilkristen.tripod.com/
RAHASIA KAUM MISSIONARIS (PARA PENDETA & PASTOR) YANG TAKUT DIKETAHUI OLEH UMATNYA SENDIRI
injil kristen.tripod.com
BERIKUT INI ADALAH SEBAGIAN INFORMASI YANG SELAMA INI DISEMBUNYIKAN OLEH GEREJA AGAR UMAT KRISTEN / KATHOLIK TIDAK MEMPELAJARI ALKITAB MEREKA SENDIRI SECARA MENDALAM, APALAGI SAMPAI DENGAN MEMBANDINGKAN ANTAR SATU KITAB DENGAN KITAB LAIN...
Bagikan

Azizi F Sigit 12 Juli jam 16:57
Saya sudah buka link yang saudara tunjukkan dan saya paham akan semua isi dari link tersebut. Saya pribadi dulu juga pernah bertanya-tanya maksud dari isi kitab suci.

Seperti yang pernah saya utarakan bahwa KS adalah hasil permenungan maka di dalam memahamipun harus melalui permenungan atau dicari esensinya (bisa yang tersurat maupun tersirat) dan dipahami dan diterapkan didalam kehidupan sehari-hari. KS adalah ajaran untuk memahami kebenaran Tuhan dalam hal ini Sang Pencipta alam semesta. Itu pemahaman saya didalam mencari kebenaran Tuhan.

Misalnya Yesus Kristus nama sebenarnya Yeshua ha Masiakh (bahasa Ibrani ) yang berarti Keselamatan yang diurapi atau ditetapkan Oleh sang Pencipta. Maka kalau kita menjadikan Keselamatan yang sejati sebagai tuhan atau yang diutamakan maka kitapun akan selamat selamanya (di dunia maupun di akhirat) dan Yesus yang dari Nazaret itu gambaran Keselamatan itu, maksudnya apa yang telah dilakukan dan diucapkan.

Misalnya hari sabat atau hari perhentian, hari ketujuh harus berhenti dari segala pekerjaan dan hanya beribadah kepada Tuhan. Semua hanya gambaran bahwa setelah 6 hari/masa/fase kita bekerja (pikiran, hati, indra seluruh tubuh) untuk masalah jasmani maka hari/fase/masa ke 7 berhenti untuk hanya terarah kepada sang Pencipta, itu bisa hanya 1 jam, 1 hari, 1 minggu dst. Atau tiap 6 tahap kita memikirkan jasmani tahap ke 7 berhenti untuk Tuhan.
Tangan, kaki di potong mata dicukil itu hanya gambaran bawa perbuatannya yang dipotong atau dihilangkan.

Begitulah saya memahaminya ayat-ayat didalam KS, maka dikatakan Firman Tuhan itu hidup tidak mati karna yang hidup itu esensinya. Itu hanya contoh saja tetapi yang penting bagaimana kita merenungkan firman dalam KS sehingga membuat kita dapat mengasihi Sang pencipta dan sesama dengan benar, kalau yang terjadi sebaliknya berarti kita masih salah dalam memahaminya. Dan KS bagi saya adalah salah satu sarana untuk mendapatkan kebenaran sejati dan masih banyak yang lainnya….TQ

Imam Supriadi 13 Juli jam 22:04
Saudara Asisi Sigit yang saya hormati. Suatu Ayat Suci seharusnya tidak berisi makna yang tidak jelas atau abu-abu. Saya belajar hukum, bahwa dalam hukum tidak ada multi tafsir, apalagi abu-abu. Suatu hukum potong tangan ya tetap potong tangan, cungkil mata ya cungkil mata. Apakah sudah memahami hukum buatan manusia seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana?
Coba anda bandingkan dengan Kitab Suci Al-Qur'an, adakah disana hukum yang tak jelas. Contoh: Ketika seorang Isteri sedang MENSTRUASI, apakah suami boleh mencampurinya/menidurinya?
Kalau boleh, bagaimana dengan kesehatan? itu dulu bahasannya hari ini.

Imam Supriadi 18 Juli jam 7:27
Selamat pagi Sigit, apa kabar? Semoga sehat selalu
masih mau diskusi nggak? aku tunggu loh..
facebook
Azizi mengirimi Anda pesan.

Azizi F Sigit25 Juli 2010 jam 12:18
Balasan: haii..
Maaf Pak Imam, baru sekarang online di komp. saya sehat selalu trimakasih, demikian juga anda, saya harap juga sehat dan selalu dalam lindunganNya.

Sebenarnya yang benar namanya Alkitab, jadi isinya disitu ada permenungan, sejarah juga perkataan-perkataan nubuat (firman). Dan karena Alkitab itu terjemahan maka di dalam menerjemahkan bisa salah atau tidak sesuai dengan yang dimaksud. Atau jelasnya Alkitab ditulis dalam bahasa Ibrani kuno, Aram-ibrani. Maka kita memahaminya dengan kesejatian kita atau dengan roh kita, maka memahami tulisan Alkitab perlu permenungan yang dalam dan saya yakin orang2 nasranipun belum banyak yang paham akan seperti itu.

Kiranya seperti itu dulu tanggapan saya, semoga dapat dipahami terimakasih.

Imam Supriadi 25 Juli jam 3:35
saya kasih pertanyaan: samakah 1=3?, adakah satu jiwa dengan tiga kepribadian? Jika Yeus (Nabi Isa menurut ISLAM) adalah TUHAN (menurut ajaran anda adalah ALLAH, tetapi tidak sama dengan ALLAH pengertian UMMAT ISLAM,ok) tetapi YESUS (NABI ISA) dilahirkan dari RAHIM SEORANG IBU yakni MARYAM ATAU MARIA, masuk dinalarkah jika orang yang melahirkan YESUS DICIPTAKAN OLEH YESUS (ibunda SITI MARYAM ATAU MARIA)?, KALAU NABI ISA ATAU YESUS DILAHAIRKA DARI RAHIM SEORANG WANITA, BISAKAH MENCIPTAKAN ALAM SEMESTA INI, SEDANGKAN ALAM INI SUDAH ADA SEBELUM YESUS ATAU NABI ISA DILAHIRKAN? KAPAN YESUS LAHIR?, BENARKAH DIDAERAH YANG BERSALJU? PADAHAL DAERAH TERSEBUT TIDAK BERIKLIM SALJU/ES, TETAPI MUSIM KERING? Ini dulu pertanyaan saya dan harus dengan akal dan logika, tidak harus bermenung. Dalam kaidah BAHASA INDONESIA 'BERMENUNG ATAU PERMENUNGAN' adalah MELAMUN ATAU MENGKHAYAL, begitu bukan? adakah KITAB SUCI DARI HASIL MENGKHAYAL (BERMENUNG ATAU PERMENUN GAN MENURUT ANDA). Saya harap anda menggunakan akal dan logika yang benar atau sehat,ok. Semoga anda dan keluarga sehat selalu, amin.


Jika AL-KITAB itu suci, adakah FIRMAN itu tidak dicemari oleh tangan-tangan manusia. Seperti AL-QUR'AN, ia tetap utuh dalam BAHASA ASLINYA ARAB, meski diterjemahkan ke dalam banyak bahasa. Siapa Penulis itu? Apakah para Sahabat YESUS? Kapan Para Sahabat Yesus itu lahir? Apakah mereka menyaksikan WAHYU ITU diterima oleh YESUS (Namanya Nabi kalau menerima wahyu, bukan pemberi atau penyampai wahyu, kalau menurut ISLAM yang menerima wahyu adalah NABI, termasuk Nabi ISA Alaihissalam). Kalau di dalam agama ISLAM, NABI MUHAMMAD menerima wahyu dari MALAIKAT JIBRIL (dalam Nasrani GABRIEL) dan NABI MUHAMMAD tidak bisa membaca alias BUTA HURUF. Andai Nabi MUHAMMAD Sholallahu 'Alaihi Wassalam MELEK HURUF alias bisa membaca, BELIAU bisa dituduh mengarang atau mengada-ada alias buatan tangan sendiri. Adakah KITAB SUCI INJIL kaum Nasrani itu memiliki ciri-ciri sperti itu? Jika Perkataan NABI MUHAMMAD yang diucapkan dan di dengar oleh PARA SAHABAT BELIAU yang bukan WAHYU, namanya HADITS. Sekian dan nanti disambung kembali. Semoga anda sekeluarga sehat dan diberikan rejeki yang berlimpah, amin.
________________________________________
From: Facebook
To: Imam Supriadi
Sent: Sat, July 24, 2010 10:18:26 PM
Subject: "Azizi F Sigit" mengirimi Anda pesan di Facebook...

DENSUS 88 BIADAB LAKNATULLAH