Penegakkan kode etik seperti yang dimaksud dalam Pasal 29 Ayat (1) Undang-Undang No.15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, dibentuk Majelis Kehormatan Kode Etik (MKKE) yang keanggotaannya terdiri dari Anggota BPK serta unsur profesi dan akademisi.
Pelaksanaan tugas Majelis Kehormatan Kode Etik BPK mengacu kepada Keputusan Majelis Kehormatan Kode Etik BPK RI Nomor 01 Tahun 2011 tentang Mekanisme Kerja Majelis Kehormatan Kode Etik BPK RI. Keputusan tersebut merupakan acuan yang lebih rinci dan bersifat teknis bagi Majelis Kehormatan Kode Etik BPK, dimaksudkan agar terdapat kesatuan pandang dan tindakan dalam melaksanakan tugasnya.
Majelis Kehormatan Kode Etik BPK dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh Panitera yang ditentukan melalui Surat Keputusan BPK RI Nomor 1a/K/I-XIII.2/1/2015 tentang Majelis Kehormatan Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Tahun 2014 Sampai Dengan Tahun 2017.
PERATURAN BADAN PEMERIKSA
KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2011
TENTANG
KODE ETIK BADAN PEMERIKSA
KEUANGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
MAHA ESA
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa
dengan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 2 Tahun 2007 telah ditetapkan
Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia sebagai pelaksanaan
ketentuan Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang
Badan Pemeriksa Keuangan;
b. bahwa
sehubungan dengan Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2007 sebagaimana tersebut pada
huruf a sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan organisasi, perlu
untuk melakukan penyempurnaan atas Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan;
c. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan;
Mengingat :
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006
tentang Badan Pemeriksa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4564);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN BADAN PEMERIKSA
KEUANGAN
TENTANG KODE ETIK BADAN
PEMERIKSA KEUANGAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan
:
1.
Badan
Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang
bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
2.
Anggota
BPK adalah Pejabat Negara pada BPK yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat
dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh
Presiden.
3.
Pemeriksa
adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara untuk dan atas nama BPK.
4.
Pelaksana
BPK Lainnya adalah pejabat struktural pada Unit Pelaksana
5.
Tugas
Pemeriksaan dan BPK Perwakilan Provinsi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya
serta Pejabat dan/atau pegawai lainnya sesuai surat tugas yang sah untuk
melakukan pemeriksaan keuangan negara.
6.
Pemeriksaan
adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan
secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan,
untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi
mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
7.
Hasil
Pemeriksaan adalah hasil akhir dari proses penilaian kebenaran, kepatuhan,
kecermatan, kredibilitas, dan keandalan data/informasi mengenai pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan berdasarkan standar pemeriksaan
yang dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan sebagai Keputusan BPK.
8.
Kewajiban
adalah segala sesuatu yang harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang telah
ditetapkan dan apabila tidak dilakukan akan dikenakan hukuman.
9.
Larangan
adalah segala sesuatu yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan dan apabila
dilanggar akan dikenakan hukuman.
10. Integritas adalah mutu, sifat, atau
keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh, dimilikinya sifat jujur, kerasnya
upaya, serta kompetensi yang memadai.
11. Independensi adalah suatu sikap dan
tindakan dalam melaksanakan pemeriksaan untuk tidak memihak kepada siapapun dan
tidak dipengaruhi oleh siapapun.
12. Profesionalisme adalah kemampuan,
keahlian, dan komitmen profesi dalam menjalankan tugas.
13. Kode Etik BPK, yang selanjutnya disebut
Kode Etik, adalah norma-norma yang harus dipatuhi oleh setiap Anggota BPK,
Pemeriksa, dan Pelaksana BPK lainnya selama menjalankan tugasnya untuk menjaga
martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK.
BAB II
TUJUAN DAN RUANG LINGKUP
Pasal 2
Kode Etik bertujuan untuk memberikan
pedoman yang wajib ditaati oleh Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK
Lainnya untuk mewujudkan BPK yang berintegritas, independen, dan profesional
demi kepentingan negara.
Pasal 3
Kode Etik ini berlaku bagi Anggota BPK,
Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya.
BAB III
KODE ETIK
Pasal 4
1.
Nilai
Dasar merupakan kristalisasi moral yang Primus Inter Pares dan melekat
pada diri manusia serta menjadi patokan dan ideal (cita-cita) dalam kehidupan
sehari-hari.
2.
Nilai
Dasar Kode Etik BPK terdiri dari Integritas, Independensi, dan Profesionalisme.
Pasal 5
Kode Etik harus diwujudkan dalam sikap,
ucapan, dan perbuatan Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya selaku
Aparatur Negara/Pejabat Negara dalam melaksanakan pemeriksaan dan dalam
kehidupan sehari-hari, baik selaku Individu dan Anggota Masyarakat, maupun
selaku Warga Negara.
BAB IV
IMPLEMENTASI KODE ETIK
Bagian Kesatu
Anggota BPK, Pemeriksa,
dan Pelaksana BPK Lainnya
Selaku Individu dan
Anggota Masyarakat
Pasal 6
(1) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana
BPK Lainnya wajib:
a.
mengakui persamaan derajat, hak, dan kewajiban asasi setiap manusia;
b.
menghormati perbedaan dan menjaga kerukunan hidup bermasyarakat;
c.
bersikap jujur dan bertingkah laku sopan; dan
d.
menjunjung tinggi nilai moral yang berlaku dalam masyarakat.
(2) Anggota BPK, Pemeriksa, dan
Pelaksana BPK Lainnya dilarang:
a.
menunjukkan
keberpihakan dan dukungan kepada kegiatan-kegiatan politik praktis;
b.
memaksakan
kehendak pribadi kepada orang lain dan/atau masyarakat;
c.
melakukan
kegiatan baik secara sendiri-sendiri maupun dengan orang lain yang secara
langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara; dan melakukan kegiatan
yang dapat menguntungkan kelompoknya dengan memanfaatkan status dan
kedudukannya baik langsung maupun tidak langsung.
Bagian Kedua
Anggota BPK, Pemeriksa,
dan Pelaksana BPK Lainnya
Selaku Warga Negara
Pasal 7
(1) Anggota BPK, Pemeriksa, dan
Pelaksana BPK Lainnya wajib:
a.
mempertahankan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 serta menjaga
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b.
mematuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan menjaga nama baik,
citra, dan kehormatan bangsa dan negara.
(2) Anggota BPK, Pemeriksa, dan
Pelaksana BPK Lainnya dilarang:
a.
menjadi
anggota organisasi yang dinyatakan dilarang secara sah di wilayah Republik
Indonesia dan organisasi lain yang menimbulkan keresahan masyarakat; dan
b.
menjadi
perantara dalam pengadaan barang dan/atau jasa di lingkungan pemerintah.
Bagian Ketiga
Anggota BPK selaku
Pejabat Negara
Pasal 8
(1) Anggota BPK selaku Pejabat Negara
wajib:
a.
melaksanakan
sumpah atau janji yang diucapkan ketika mulai memangku jabatannya;
b.
menjaga
rahasia negara atau rahasia jabatan;
c.
mengutamakan
kepentingan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
d.
menghindari
terjadinya benturan kepentingan;
e.
menunjukkan
sikap kemandirian dalam pengambilan keputusan;
f.
bertanggung
jawab, konsisten, dan bijak; dan
g.
menerapkan
secara maksimal prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.
(2) Anggota BPK selaku Pejabat Negara
dilarang:
a.
memanfaatkan
status, kedudukan, dan peranannya selaku pejabat negara untuk kepentingan
pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
b.
memanfaatkan
hasil pemeriksaan untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
c.
memanfaatkan
fasilitas negara untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
d.
menjalankan
pekerjaan dan profesi lain yang dapat mengganggu independensi, integritas, dan
profesionalismenya selaku Anggota BPK;
e.
mengungkapkan
temuan pemeriksaan yang masih dalam proses penyelesaian kepada pihak lain di
luar BPK;
f.
mempublikasikan
hasil pemeriksaan sebelum diserahkan kepada lembaga perwakilan;
g.
memberikan
asistensi dan jasa konsultasi terhadap kegiatan entitas yang menjadi obyek
pemeriksaan; dan
h.
memerintahkan
dan/atau mempengaruhi dan/atau mengubah temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan,
dan rekomendasi hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan fakta dan/atau
bukti-bukti yang diperoleh pada saat pemeriksaan, sehingga temuan pemeriksaan,
opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan menjadi tidak obyektif.
Bagian Keempat
Pemeriksa dan Pelaksana
BPK Lainnya selaku Aparatur Negara
Pasal 9
(1) Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya
selaku Aparatur Negara wajib:
a.
bersikap
jujur, tegas, bertanggung jawab, obyektif, dan konsisten dalam mengemukakan
pendapat berdasarkan fakta pemeriksaan;
b.
menjaga
kerahasiaan hasil pemeriksaan kepada pihak yang tidak berkepentingan;
c.
mampu
mengendalikan diri dan bertingkah laku sopan, serta saling mempercayai untuk
mewujudkan kerja sama yang baik dalam pelaksanaan tugas;
d.
menunjukkan
sikap kemandirian dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, menghindari terjadinya
benturan kepentingan;
e.
menyampaikan
hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana sesuai dengan prosedur kepada
Pimpinan BPK;
f.
melaksanakan
tugas pemeriksaan secara cermat, teliti, dan akurat sesuai dengan standar dan
pedoman yang telah ditetapkan;
g.
memberikan
kesempatan kepada pihak yang diperiksa untuk menanggapi temuan dan kesimpulan
pemeriksaan serta mencantumkannya dalam laporan hasil pemeriksaan;
h.
meningkatkan
pengetahuan dan keahliannya; dan
i.
melaksanakan
pemeriksaan sesuai dengan standar dan pedoman pemeriksaan.
(2) Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya
selaku Aparatur Negara dilarang:
a.
meminta
dan/atau menerima uang, barang, dan/atau fasilitas lainnya baik langsung maupun
tidak langsung dari pihak yang terkait dengan pemeriksaan;
b.
menyalahgunakan
dan melampaui wewenangnya baik sengaja atau karena kelalaiannya;
c.
menghambat
pelaksanaan tugas pemeriksaan untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau
golongan;
d.
memanfaatkan
rahasia negara yang diketahui karena kedudukan atau jabatannya untuk
kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
e.
memaksakan
kehendak pribadi kepada pihak yang diperiksa; menjadi anggota/pengurus partai
politik;
f.
menjadi
pengurus yayasan, dan/atau badan-badan usaha yang kegiatannya dibiayai anggaran
negara;
g.
memberikan
asistensi atau jasa konsultasi atau menjadi narasumber dalam bidang pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara;
h.
mendiskusikan
pekerjaannya dengan pihak yang diperiksa di luar kantor BPK atau di luar kantor
atau area kegiatan obyek yang diperiksa;
i.
melaksanakan
pemeriksaan terhadap pejabat pengelola keuangan negara yang memiliki hubungan
pertalian darah dan semenda sampai derajat ketiga;
j.
melaksanakan
pemeriksaan pada obyek dimana Pemeriksa pernah bekerja selama 2 (dua) tahun
terakhir;
k.
merubah
tujuan dan lingkup pemeriksaan yang telah ditetapkan dalam program pemeriksaan
tanpa persetujuan Penanggung Jawab Pemeriksaan;
l.
mengungkapkan
laporan hasil pemeriksaan atau substansi hasil pemeriksaan kepada media massa
dan/atau pihak lain, tanpa ijin atau perintah dari Anggota BPK;
m.
mengubah
temuan atau memerintahkan untuk mengubah temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan,
dan rekomendasi hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan fakta dan/atau bukti
bukti yang diperoleh pada saat pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi
hasil pemeriksaan menjadi tidak obyektif; dan
n.
mengubah
dan/atau menghilangkan bukti hasil pemeriksaan.
BAB V
HUKUMAN KODE ETIK
Bagian Kesatu
Tingkat dan Jenis Hukuman
Pasal 10
(1) Jenis hukuman bagi Anggota BPK
berupa:
a.
peringatan
tertulis; atau
b.
pemberhentian
dari keanggotaan BPK.
(2) Hukuman tersebut pada ayat (1)
ditetapkan oleh Majelis Kehormatan Kode Etik yang disahkan melalui Sidang Pleno
BPK.
(3) Tingkat dan jenis hukuman bagi
Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya berupa:
a.
hukuman
ringan berupa teguran tertulis dan dicatat dalam Daftar Induk Pegawai (DIP);
b. hukuman sedang yang terdiri dari:
1.
penangguhan
kenaikan peran Pemeriksa dan tidak melaksanakan pemeriksaan paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun;
2.
penurunan
peran Pemeriksa dan tidak melaksanakan pemeriksaan paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 5 (lima) tahun; atau
3. diberhentikan
sementara sebagai peran Pemeriksa paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama
5 (lima) tahun;
c.
hukuman berat yang terdiri dari:
1. diberhentikan
sementara sebagai Pemeriksa paling singkat 1 (satu) tahun, paling lama 5 (lima)
tahun; atau
2. diberhentikan
sebagai Pemeriksa.
(4) Hukuman tambahan berupa pengembalian
uang dan/atau barang dan fasilitas lainnya yang telah diperoleh secara tidak
sah dan/atau pengurangan penghasilan yang diterima.
(5) Data dan informasi yang diperoleh selama
penelitian dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan jenis hukuman.
Bagian Kedua
Jenis Pelanggaran dan
Jenis Hukuman Bagi Anggota BPK
Pasal 11
(1) Jika Anggota BPK melakukan pelanggaran
terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7,
dan Pasal 8 yang berdampak negatif terhadap organisasi BPK, maka dijatuhi
hukuman peringatan tertulis.
(1) Jika Anggota BPK melakukan pelanggaran
terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7,
dan Pasal 8 yang berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara, maka
dijatuhi hukuman pemberhentian dari keanggotaan BPK.
Bagian Ketiga
Jenis Pelanggaran dan
Jenis Hukuman
Bagi Pemeriksa dan
Pelaksana BPK Lainnya
Pasal 12
(1) Jika Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya
melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 9 yang berdampak negatif pada unit kerja,
maka dijatuhi hukuman ringan berupa teguran tertulis.
(2) Jika Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya
melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 9 yang berdampak negatif pada organisasi BPK,
maka dijatuhi hukuman sedang.
(3) Jika Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya
melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 9 yang berdampak negatif pada pemerintah
dan/atau negara, maka dijatuhi hukuman berat.
Pasal 13
Hukuman atas pelanggaran Kode Etik bagi
Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya tidak membebaskan dari tuntutan atas
pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 14
Untuk menegakkan Kode Etik, BPK
membentuk Majelis Kehormatan Kode Etik yang pengaturan dan penetapannya sebagai
berikut:
a.
Peraturan
BPK tentang Majelis Kehormatan Kode Etik yang mengatur mengenai keanggotaan,
tugas, wewenang, dan tata cara persidangan/pemeriksaan sebagaimana diamanatkan
dalam Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan; dan
b.
Keputusan
BPK tentang Majelis Kehormatan Kode Etik yang merupakan penetapan Anggota
Majelis Kehormatan Kode Etik.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 15
(1) Pengaduan indikasi pelanggaran Kode
Etik yang diterima sebelum Peraturan
ini ditetapkan dan belum diproses,
penyelesaiannya berdasarkan peraturan
ini.
(2) Pengaduan indikasi pelanggaran Kode
Etik yang terjadi sebelum Peraturan
ini ditetapkan dan sedang dalam proses
oleh Majelis Kehormatan Kode Etik,
penyelesaiannya berdasarkan Peraturan
BPK No. 2 Tahun 2007 tentang
Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia.
PENJELASAN
0 komentar:
Posting Komentar